Literasi Budaya: Fondasi Identitas Bangsa di Era Modern
![](https://statik.unesa.ac.id/profileunesa_konten_statik/uploads/s3pendidikandasar.pasca.unesa.ac.id/thumbnail/b771bd82-7504-413c-8b1e-17e7c27d028a.jpg)
Perkembangan globalisasi yang
pesat telah membawa perubahan besar pada tatanan sosial dan budaya di seluruh
dunia. Meskipun memberikan dampak positif seperti kemajuan teknologi yang
mempermudah akses informasi melalui internet, globalisasi juga memiliki sisi
negatif. Dengan adanya teknologi seperti situs web, basis data, dan media
sosial, masyarakat dari kota hingga desa dapat menikmati kemudahan akses
informasi. Namun, dampak negatif globalisasi berpotensi mengikis identitas
budaya suatu bangsa.
Dalam aspek sosial budaya, globalisasi menimbulkan
beberapa dampak negatif. Di antaranya adalah:
1. Perilaku menyimpang di kalangan remaja, kenakalan
remaja, akses ke situs terlarang, serta penyalahgunaan media sosial.
2. Melemahnya budaya gotong royong dan tolong-menolong, yang menjadi
ciri khas masyarakat Indonesia.
3. Kemudahan teknologi yang memanjakan, memungkinkan
pertemuan melalui tatap maya yang mengurangi interaksi langsung.
4. Berkurangnya intensitas sosialisasi, akibat
kurangnya komunikasi tatap muka.
5. Meningkatnya sikap individualistis, yang
bertentangan dengan nilai kebersamaan masyarakat Indonesia.
Dampak negative ini dapat menjadi ancaman yang
serius bagi generasi penerus, oleh karena itu diperlukan upaya-upaya dalam
menghadapi dampak negative tersebut, yaitu dengan penguatan identitas budaya
nasional.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam
menguatkan identitas nasional tersebut melalui sebuah gerakan literasi yang
disebut dengan literasi budaya. Literasi budaya tidak hanya menyelamatkan dan
mengembangkan budaya nasional, tetapi juga membangun dan melestarikan identitas
bangsa Indonesia ditengah masyarakat global. Literasi budaya memang berasal
dari adanya tuntutan perkembangan global, menurut Binkley di abad ini
masyarakat dituntut memiliki keterampilan hidup bersama secara lokal, nasional
dan global dengan disertai modal civic knowledge, civic skills, dan civic
ethics.
Saat ini pemerintah memang
sangat komprehensif melakukan penguatan literasi untuk membangun ekosistem
literasi yang berkelanjutan di seluruh lapisan masyarakat. Hal ini dapat
dilihat dari Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional
Pendidikan, meletakkan penanaman karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
serta kompetensi literasi dan numerasi sebagai upaya nyata Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2020-2024 dan Rencana Strategis Kemendikbud 2020-2024,
dengan wujud integrasi pada nilai rapor siswa. Hal ini bukan tanpa alasan,
mengingat fakta dilapangan menunjukkan literasi di Indonesia masih rendah. Jika
diruntut dari hasil sebelumnya, literasi di Indonesia memang mengalami
peningkatan yang signifikan dengan peningkatan 5-6 posisi. Namun sekalipun peringkat
itu naik, tetap
masih berada diurutan
15 negara paling bawah di
dunia dari 81 negara yang ikut penilaian literasi pada tahun 2022
(ditpsd.kemdikbud.go.id, 2023). Untuk
itu sekali lagi
program peningkatan literasi
sangat urgen untuk ditangani secara serius, dengan kemampuan literasi
yang baik maka seseorang bisa melakukan proteksi terbaik dalam menghadapi
berbagai permasalahan yang ada.
Berdasarkan hasil observasi dan
tayangan melalui beberapa berita di sosial media, ditemukan bahwa literasi
budaya di Indonesia ini masih belum terimplementasikan dengan baik. Penelitian
yang dilakukan oleh bebrapa ahli menyatakan bahwa lunturnya nilai-nilai
identitas budaya terlihat pada gaya bahasa, gaya berpakaian, pola konsumsi, dan
teknologi informasi yang semakin berubah, seperti bahasa persatuan Indonesia
yang dicampurkan dengan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Selain itu
westernnisasi (budaya ke barat-baratan) dianggap sebagai salah satu penyebab
memudarnya budaya lokal. Selain westernisasi, budaya asing lainnya seperti
K-Pop dan Korean Drama dari korea juga sangat digemari remaja Indonesia saat
ini. Dilansir dari CNNIndonesia, negara Indonesia merupakan negara dengan
K-poper terbesar dunia yang disurvei berdasarkan pengikut Twitter pada tahun
2022 dengan menempati peringkat pertama (CNN, 2022). Budaya Korea mampu
berkembang dengan pesat dan meluas dengan penerimaan publik sehingga
menimbulkan fenomena yang disebut dengan demam Korea. Fenomena lainnya sering
ditemukan beberapa anak yang tidak hafal lagu nasional seperti Garuda Pancasila
atau Bagimu Negeri dan justru malah hafal lagu-lagu viral yang ada di media
sosial seperti tiktok dan snack video. Hal ini tentunya akan menjadi ancaman,
kurangnya pemahaman pengetahuan serta ingatan terhadap budaya negara sendiri
pada akhirnya akan dimanfaatkan oleh beberapa kelompok maupun negara lain untuk
mengklaim kekayaan budaya-budaya di Indonesia.
Dalam hal ini literasi budaya
menjadi penting karena mampu membentuk pondasi identitas budaya dan kebangsaan
yang kuat. Dengan memahami warisan budaya dan nilai-nilai yang ada didalamnya,
generasi muda dapat memperkuat rasa memiliki terhadap negara dan memupuk
semangat kebangsaan yang kritis dalam menghadapi tantangan zaman modern. Selain
penting, literasi budaya juga sangat relevan dan dibutuhkan di abad 21,
kemampuan untuk mengetahui keragaman dan kewajiban sebagai masyarakat dari
suatu bangsa ialah kecekatan yang layak dikuasai oleh setiap individu di zaman
ini. Oleh sebab itu literasi budaya bukan sekadar melindungi dan mengembangkan
budaya nasional dan lokal, melainkan membentuk individualitas bangsa Indonesia
supaya tetap menyayangi dan melestarikan budaya, serta menjadi pemupuk
pemahaman yang toleran terhadap perbedaan yang ada.
Penulis: Muhammad Qoiri Fahmi
Sumber Foto: https://pixabay.com/id/photos/cewek-cewek-budaya-nenek-moyang-7868295/