Linieritas PGSD: Kebijakan Baru, Peluang Baru, atau Polemik Tanpa Akhir?
![](https://statik.unesa.ac.id/profileunesa_konten_statik/uploads/s3pendidikandasar.pasca.unesa.ac.id/thumbnail/38a66a07-eb5e-466f-a35d-a716b042f86b.jpg)
Dinamika Pendidikan tidak pernah lepas dengan isu-isu
perkembangannya. Baik yang berkaitan dengan perkembangan teknologi, kebijakan,
maupun pendidiknya. Salah satu isu yang
kemudian direspon pemerintah adalah tentang linieritas pendidik. Pro dan kontra
mengenai kebijakan linieritas pendidik yang tertera dalam program PPG
(Pendidikan Profesi Guru) yang telah dilaksanakan dari beberapa dekade lalu
menjadi topik hangat untuk diulas kembali.
Secara umum program PPG ini dirancang untuk melahirkan
pendidik profesional yang relevan dengan zaman. Sesuai dengan dengan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 3 yaitu calon guru akan memiliki
keahlian dan kemampuan dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Program PPG dibagi menjadi dua yakni PPG
dalam jabatan (untuk guru yang sudah mengajar) dan PPG prajabatan (untuk
lulusan S1 Pendidikan yang belum menjadi guru).
Pelaksanaan program PPG ini juga terus dievaluasi oleh
pemerintah agar tidak tumpang tindah dan juga benar-benar menjadi sebuah
solusi. Hingga muncul sebuah kebijakan baru dalam PPG yakni linieritas bidang
studi atau jurusan PGSD/PGMI (Pendidikan Guru Sekolah Dasar/Pendidikan Guru
Madrasah
Ibtidaiyah) yang posisinya dapat diisi oleh jurusan
pendidikan lain untuk menjadi guru kelas di Sekolah Dasar. Sebagaimana yang
diketahui skema PPG ini telah di atur dalam Permendikbudristek Nomor 19 Tahun
2024. Tentunya kebijakan ini memicu perdebatan panas di kalangan pendidik,
akademisi dan juga masyarakat.
Peluang Baru Dunia Pendidikan
Disampaikan oleh Ibu Nunuk Suryani, Dirjen GTK
Kemendikbud pada laman Instgaram pribadinya yang pada 13 November 2024 lalu
bahwa kebijakan linieritas PGSD ini merupakan peluang baru untuk dunia
pendidikan. Beliau menuturkan di Indonesia banyak kekosongan guru kelas yang
belum mampu dipenuhi oleh lulusan PGSD/PGMI sehingga dibuka peluang untuk
jurusan non PGSD/PGMI untuk dapat menutup kekurangan tersebut. Salah satu
argumen yang mendukung kebijakan ini adalah terbukanya akses secara luas bagi
berbagai jurusan untuk menjadi guru kelas di Sekolah Dasar. Dalam konteks ini memang di kota-kota besar
sangat jarang ditemui, biasanya di daerah terpencil, sehingga kebijakan ini
dianggap sebagai salah satu solusinya. Tentunya hal ini memberikan peluang bagi
individu dengan latar belakang pendidikan yang berbeda untuk dapat ikut
berkontribusi dalam memajukan pendidikan dan juga memperkaya pengalaman dan
prespektif yang akan dibawa ke dalam ruang kelas.
Sebagai contoh, lulusan jurusan ilmu sosial atau bahasa
memiliki potensi untuk memperkenalkan pendekatan yang berbeda dalam
pembelajaran di sekolah dasar. Mereka dapat membawa pengetahuan tentang
masyarakat, budaya, dan bahasa yang lebih luas, yang dapat memberikan wawasan
baru kepada siswa. Ini sejalan dengan tujuan pendidikan untuk mengembangkan
karakter dan keterampilan yang lebih beragam. Hal ini juga selaras dengan
konsep bahwa sebuah ilmu tidak dapat berdiri sendiri. Di mana ilmu pengetahuan
pada dasarnya saling terhubung. Kolaborasi lintas disiplin ilmu dan integrasi
berbagai perspektif adalah kunci untuk memahami dan memecahkan
tantangan-tantangan di dunia ini.
Tantangan Profesionalisme Guru
Di sisi lainnya, kebijakan linieritas ini mendapat
kecaman yang begitu hebat terutama dari para lulusan PGSD/PGMI. Bahkan ada yang
membuat sebuah akun di platform Tik Tok, yang dikhususkan untuk mengecam
kebijakan tersebut. Akun tersebut yakni @perjuanganpgsd yang membuat sebuah
pernyataan menohok di akunnya dengan hastag PGSD tersingkir karena Nunuk.
Memiliki 1.849 pengikut dan jutaan viewer pada konten-kontennya tentu menjadi
provokasi terang-terangan di media sosial. Sebagian besar merasa bahwa
kebijakan tersebut akan merugikan lulusan PGSD/PGMI, karena harus bersaing
dengan berbagai jurusan lain. Padahal masih banyak sekali lulusan PGSD/PGMI
yang masih belum terserap.
Mereka beranggapan bahwa bahwa linieritas ini dapat
mengurangi standar kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Jurusan
PGSD dan PGMI dirancang khusus untuk mempersiapkan lulusan dengan kompetensi
yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran di sekolah dasar. Kurikulum dan
pengajaran di jurusan ini tidak hanya fokus pada materi pelajaran, tetapi juga
pada metodologi pengajaran yang efektif untuk anak-anak usia dini.
Lulusan dari jurusan lain yang tidak memiliki dasar
pedagogis yang kuat mungkin kesulitan beradaptasi dengan tantangan yang
dihadapi dalam mengajar di sekolah dasar. Selain itu, meskipun PPG dapat
membantu mereka mendapatkan keterampilan mengajar, pengalaman praktis dalam
mengelola kelas, memahami perkembangan anak, dan menciptakan lingkungan belajar
yang inklusif tetap memerlukan waktu dan pembelajaran lebih lanjut.
Kebijakan ini juga menimbulkan pertanyaan terkait
dengan keberlanjutan kualitas pendidikan di sekolah dasar. Guru yang terlatih
secara linier dengan jurusan tertentu diharapkan dapat menguasai metode
pengajaran yang tepat untuk anak-anak. Jika kualitas guru menurun,
dikhawatirkan akan berdampak pada kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa
di tingkat dasar, yang merupakan fondasi penting bagi pendidikan lanjutannya.
Polemik Tanpa Akhir
Polemik mengenai linieritas PGSD semakin memanas karena
tidak ada jalan tengah yang jelas di antara pro dan kontra. Di satu sisi,
kebijakan ini dianggap sebagai langkah progresif yang membuka peluang lebih
luas untuk meningkatkan jumlah guru yang berkualitas. Di sisi lain, banyak yang
berpendapat bahwa kebijakan ini justru mengancam kualitas pendidikan dengan
mengorbankan profesionalisme guru yang seharusnya memiliki kompetensi khusus.
Penting untuk diingat bahwa kualitas pendidikan tidak
hanya ditentukan oleh jumlah guru, tetapi juga oleh kompetensi dan kualitas
pembelajaran yang diberikan kepada siswa. Oleh karena itu, jika kebijakan
linieritas ini diterapkan tanpa memperhatikan kesiapan dan pelatihan yang cukup
untuk para calon guru, maka dampaknya bisa berbalik merugikan.
Kesimpulan
Linieritas PGSD, melalui kebijakan PPG yang
memperbolehkan lulusan jurusan lain menjadi guru kelas SD, membuka peluang baru
yang cukup menarik. Namun, peluang ini juga membawa polemik panjang terkait
dengan kualitas dan profesionalisme guru. Meskipun kebijakan ini bertujuan
untuk mengatasi kekurangan guru, penting bagi pemerintah dan pihak terkait
untuk memastikan bahwa kualitas pendidikan tidak terkorbankan. Penerapan
kebijakan ini harus disertai dengan pelatihan yang memadai, serta pemantauan
yang ketat untuk menjaga standar kualitas guru di tingkat dasar.
Referensi
Akun Instagram
Ibu Nunuk Suryani @nunuksuryani
Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2023). ”Pendidikan Profesi Guru
(PPG) untuk Meningkatkan Kualitas Guru.” dalam
https://ppg.kemdikbud.go.id/
Rostiani,
Reni, Nur’aeni. (2024). ” Nasib Guru Lulusan PGSD Diterpa Linieritas PPG Model
Baru, Adilkah? Dirjen GTK: Sudah Kita Sempurnakan” dalam klikpendidikan.id
Siahaan, H.
(2023). "Kebijakan Linieritas PGSD: Dampak pada Kualitas Guru dan
Pendidikan Dasar." Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 17(3), 45-58.
Simanungkalit,
R. (2024). "Profesionalisme Guru di Era Linieritas PGSD." Media
Pendidikan Indonesia, 22 (4), 12-17.
Penulis: Tuti Marlina (Mahasiswa
aktif S3 Pendidikan Dasar UNESA, Dosen PGMI Institut Al Fithrah Surabaya)
Sumber Gambar: iStock