Akankah Menteri Baru Berarti Kurikulum Baru? Menakar Konsistensi Kebijakan Pendidikan Indonesia
![](https://statik.unesa.ac.id/profileunesa_konten_statik/uploads/s3pendidikandasar.pasca.unesa.ac.id/thumbnail/3bccbd8c-09f3-42b6-bae5-8f5c0e037ba8.jpg)
Usai Kabinet Merah Putih dilantik oleh Presiden
Republik Indonesia, Prabowo Subianto, komposisi kabinet mengalami perubahan.
Salah satu perubahan besar yang dilakukan adalah pemecahan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menjadi tiga kementerian terpisah. Sebelumnya,
seluruh urusan pendidikan dan kebudayaan berada di bawah satu kementerian yang
dipimpin oleh seorang menteri. Kini, dengan kebijakan baru, Kementerian
Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Tinggi, Sains, dan Teknologi, serta
Kementerian Kebudayaan berdiri sebagai lembaga terpisah dengan fokus yang lebih
spesifik pada masing-masing bidang.
Tujuan dari pemecahan kementerian ini adalah untuk
meningkatkan kinerja dan efektivitas dalam pengelolaan sektor pendidikan dan
kebudayaan. Dengan adanya tiga kementerian yang mengelola area yang lebih
terperinci, diharapkan setiap aspek pendidikan dapat ditangani dengan lebih
fokus dan mendalam. Masing-masing kementerian diharapkan dapat menjalankan
tugasnya dengan lebih optimal, menjawab tantangan yang semakin kompleks di
dunia pendidikan dan teknologi.
Namun, perubahan ini tidak lepas dari beragam reaksi
dari masyarakat. Sebagian kalangan menyambut baik langkah ini, berharap bahwa
pemecahan kementerian akan membawa dampak positif bagi kemajuan pendidikan di
Indonesia. Di sisi lain, ada juga yang meragukan efektivitasnya, mengingat
struktur pemerintahan yang lebih kompleks dapat menambah birokrasi dan
memperlambat pengambilan keputusan. Meski begitu, harapan utama yang muncul
dari berbagai lapisan masyarakat adalah peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia. Dengan pembagian tugas yang lebih terfokus dan dikelola oleh tiga
kementerian, diharapkan dunia pendidikan Indonesia dapat berkembang lebih baik
dan lebih sesuai dengan kebutuhan zaman.
Akhir-akhir ini, perubahan kurikulum pendidikan di
Indonesia menjadi topik hangat yang santer diberitakan, khususnya yang terkait
dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Menteri Pendidikan Dasar dan
Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, mengungkapkan bahwa pihaknya masih terus
mengkaji berbagai opsi kurikulum yang akan diterapkan di tanah air. Meskipun
belum ada keputusan final mengenai perubahan tersebut, berbagai diskusi dan
kajian terus dilakukan untuk menentukan model kurikulum yang paling sesuai
dengan kebutuhan pendidikan di Indonesia. Beberapa media juga memberitakan
bahwa perubahan ini tidak hanya terkait dengan pergantian nama kurikulum,
tetapi juga dengan struktur dan pendekatan yang lebih relevan dengan tantangan
zaman. Salah satu konsep yang sempat dilontarkan oleh Menteri Abdul Mu'ti
adalah penerapan model deep learning atau pembelajaran mendalam. Gagasan ini
bertujuan untuk mendorong siswa tidak hanya menguasai materi secara teori,
tetapi juga untuk lebih memahami, menganalisis, dan mengaplikasikan pengetahuan
secara lebih mendalam dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran mendalam ini
diharapkan dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan
pemecahan masalah pada siswa, yang menjadi keterampilan penting di era digital
dan globalisasi.
Apapun bentuk kebijakan yang diambil oleh Menteri
Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), baik itu perubahan kurikulum,
pergantian nama, ataukah hanya perubahan pendekatan dalam pembelajaran, tujuan
utamanya tetaplah sama, yaitu untuk keberhasilan anak didik di masa depan.
Setiap perubahan yang dirancang dalam sistem pendidikan harus dilihat sebagai
langkah untuk memperbaiki dan mengoptimalkan kemampuan anak-anak Indonesia,
agar mereka dapat tumbuh menjadi generasi bangsa yang berkualitas dan siap
menghadapi tantangan global. Dengan pendekatan yang lebih tepat dan relevan,
pendidikan diharapkan dapat membekali siswa dengan keterampilan yang diperlukan
untuk bersaing di dunia yang terus berkembang.
Terlepas dari hiruk-pikuk berita mengenai perubahan
kurikulum yang masih memunculkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat,
seolah ada sebuah persoalan besar dalam dunia pendidikan terkait kebijakan ini.
Setiap kali terjadi pergantian menteri, sering kali diikuti dengan perubahan
kurikulum, yang menimbulkan ketidakpastian dan kebingungan di berbagai pihak,
terutama para pendidik dan orang tua. Pemberlakuan Kurikulum 2013, yang sudah
diterapkan di sekolah-sekolah, sebenarnya belum sepenuhnya berjalan dengan
optimal, bahkan banyak sekolah yang belum sepenuhnya "move on" dari
transisi tersebut. Banyak tantangan yang dihadapi dalam implementasinya, seperti
kesiapan guru, keterbatasan sumber daya, dan perbedaan kesiapan antar daerah.
Kemudian, kurikulum Merdeka diperkenalkan dengan
harapan untuk membawa pembaruan dan lebih mendekatkan pembelajaran dengan
kebutuhan siswa serta perkembangan zaman. Namun, meski kurikulum ini masih
diterapkan, keberhasilannya juga belum sepenuhnya dirasakan di seluruh lapisan
pendidikan. Kini, muncul wacana mengenai perubahan kurikulum lagi, yang semakin
memperburuk kegelisahan di kalangan pendidik, siswa, dan orang tua. Pergantian
kurikulum yang begitu cepat menimbulkan pertanyaan mengenai konsistensi dan
arah kebijakan pendidikan di Indonesia. Hal ini menuntut perhatian serius,
karena setiap perubahan kurikulum seharusnya tidak hanya tentang ganti nama
atau struktur, tetapi juga tentang bagaimana perubahan tersebut benar-benar
dapat memberikan dampak positif yang nyata terhadap kualitas pendidikan dan
kesiapan generasi masa depan.
Meskipun demikian, tidak semua perubahan kurikulum
berkonotasi negatif. Perubahan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki
kualitas pendidikan tentu memiliki potensi yang besar untuk membawa dampak
positif, asalkan perubahan tersebut bersifat realistis dan berlandaskan pada
nilai akademis yang kuat. Perubahan kurikulum yang dirancang dengan baik dan
didukung oleh kajian mendalam bisa menjadi langkah strategis untuk menjawab
tantangan pendidikan yang terus berkembang. Dengan memperhatikan kebutuhan
siswa, perkembangan teknologi, dan tuntutan dunia kerja, kurikulum baru dapat
lebih relevan dan efektif dalam mempersiapkan generasi masa depan.
Namun, agar perubahan tersebut berhasil, penting bagi
pemerintah, sekolah, dan para pendidik untuk bekerja sama dalam merancang serta
mengimplementasikannya secara konsisten. Perubahan yang berlandaskan pada
prinsip-prinsip akademis yang solid, seperti pengembangan keterampilan kritis,
kreatif, dan kolaboratif, akan memberikan nilai tambah yang signifikan dalam
pendidikan. Selain itu, perubahan harus dilakukan dengan mempertimbangkan
kesiapan sumber daya, baik dari segi infrastruktur, pelatihan guru, maupun
aksesibilitas bagi seluruh daerah.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Abdul
Mu’ti, akhirnya memberikan penjelasan terkait kegelisahan yang berkembang di
masyarakat mengenai rencana perubahan kurikulum yang sedang menjadi sorotan
publik. Dalam sebuah kesempatan, beliau menegaskan bahwa deep learning yang
sempat disinggung bukanlah sebuah kurikulum baru, melainkan sebuah pendekatan
atau metode pembelajaran yang lebih mendalam. Menurutnya, deep learning
berfokus pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, analitis, dan
pemecahan masalah, yang memungkinkan siswa untuk memahami materi secara lebih
mendalam dan aplikatif. Penjelasan ini bertujuan untuk meredakan kekhawatiran
masyarakat yang menganggap bahwa pendekatan tersebut akan menggantikan
kurikulum yang ada.
Prof. Abdul Mu’ti juga mengungkapkan bahwa pihaknya
masih dalam tahap kajian mendalam mengenai berbagai aspek terkait kurikulum,
termasuk materi pelajaran dan pembobotan yang sesuai dengan perkembangan zaman
dan kebutuhan dunia pendidikan. Meskipun ada wacana untuk melakukan perubahan
kurikulum, beliau menegaskan bahwa perubahan tersebut tidak akan dilaksanakan
di tengah tahun ajaran yang sedang berjalan. Langkah ini diambil agar proses belajar
mengajar tetap berjalan lancar tanpa menimbulkan kebingungannya bagi siswa dan
guru. Selain itu, beliau juga menuturkan bahwa pihaknya sedang mempertimbangkan
untuk melakukan kajian ulang terhadap beberapa kebijakan lainnya, seperti
pelaksanaan Ujian Nasional (UN) yang sudah menjadi topik diskusi panjang di
kalangan pendidik, serta sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) yang diharapkan dapat lebih efektif dan adil dalam pemerataan
pendidikan.
Di tengah ketidakpastian yang cukup menyedot perhatian
masyarakat, terutama bagi mereka yang terlibat langsung dengan dunia
pendidikan, dalam tulisan ini imajinasi penulis berusaha memposisikan diri
sebagai pihak yang menginginkan kebaikan dan keberhasilan bagi pendidikan di
masa depan, terkait dengan gonjang-ganjing pergantian menteri dan perubahan
kurikulum. Beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah terkait dengan
hingar-bingar perubahan kurikulum, terutama ketika Kementerian Pendidikan Dasar
dan Menengah melontarkan pernyataan mengenai evaluasi kurikulum dan
pengembangan program lainnya di ranah Pendidikan.
Pertama, kurikulum tidak berubah, tetapi pendekatan
pembelajarannya saja yang berubah berupa deep learning. Jika pemerintah memilih
untuk fokus pada perubahan pendekatan ini, maka hal tersebut dapat menjadi
sebuah inovasi penting dalam dunia pendidikan. Pendekatan yang lebih mendalam
dan berfokus pada keterampilan berpikir kritis dan kreatif ini akan memberikan
dampak positif bagi siswa dalam memahami materi secara lebih komprehensif. Dalam
hal ini, guru memiliki peran yang sangat krusial. Mereka harus mampu
menindaklanjuti perubahan pendekatan pembelajaran ini dalam setiap mata
pelajaran yang mereka ajarkan.
Guru seharusnya tidak hanya bertindak sebagai pengajar
yang menyampaikan materi secara konvensional, tetapi juga sebagai fasilitator
yang mendorong siswa untuk aktif berpikir dan berinovasi. Oleh karena itu, guru
perlu terus mengembangkan inovasi dalam memilih model dan metode pembelajaran
yang sesuai dengan pendekatan ini. Salah satu cara untuk mendukung perubahan
tersebut adalah dengan menerapkan deep learning, sebuah pendekatan yang
mengutamakan pemahaman mendalam terhadap materi dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan pendekatan ini, siswa diharapkan
tidak hanya menghafal informasi, tetapi juga dapat menghubungkan konsep-konsep
yang dipelajari dengan pengalaman nyata dan menyelesaikan masalah dengan cara
yang lebih kreatif.
Implementasi deep learning dalam pembelajaran
memerlukan persiapan yang matang dari pihak guru, seperti pelatihan yang
memadai, penguasaan teknologi pembelajaran, serta kemampuan untuk menyesuaikan
metode dengan kebutuhan siswa.
Kedua, pemerintah dapat memilih untuk mengubah nama
kurikulum tanpa mengubah substansi dari Kurikulum Merdeka itu sendiri. Jika
opsi ini yang diambil, maka struktur dan inti dari Kurikulum Merdeka tetap
dipertahankan, namun dengan nama baru yang lebih mudah diterima oleh
masyarakat. Nama baru ini dapat menjadi solusi untuk mengatasi ketidaknyamanan
atau "phobia" yang muncul akibat penggunaan nama Kurikulum Merdeka
yang dianggap kontroversial atau tidak populer. Dengan mengganti nama tersebut,
diharapkan akan tercipta persepsi positif dan suasana yang lebih menyenangkan
bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk guru, siswa, dan orang tua.
Perubahan nama ini memungkinkan untuk memberikan kesan
segar tanpa mengubah substansi dan tujuan dari kurikulum itu sendiri. Hal ini
penting karena seringkali nama suatu kebijakan atau program dapat mempengaruhi
persepsi publik, meskipun isi atau tujuan dari kebijakan tersebut tetap sama.
Jika perubahan hanya dilakukan pada beberapa elemen yang tidak mengubah inti
pemberlakuan Kurikulum Merdeka, maka masyarakat bisa lebih menerima dan
beradaptasi dengan kebijakan pendidikan yang ada, tanpa merasa terlalu
terbebani dengan perbedaan nama atau istilah yang baru. Pendekatan ini akan
mempermudah proses transisi dan memungkinkan penerapan kurikulum secara lebih
efektif, sekaligus menjaga stabilitas dalam dunia pendidikan.
Ketiga, pemerintah dapat memilih untuk mempertahankan
kurikulum yang ada tanpa perubahan signifikan, tetapi fokus pada perubahan
program pendidikan di tingkat sekolah. Jika alternatif ini yang dipilih, maka
pemerintah tetap menggunakan nama dan struktur kurikulum yang ada, namun akan
ada berbagai program yang mengalami perubahan, meskipun tidak terkait langsung
dengan ranah kurikulum itu sendiri. Misalnya, pemerintah akan melakukan
perbaikan dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN), sistem Zonasi dalam Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB), serta kebijakan lainnya yang mendukung pemerataan
pendidikan dan peningkatan kualitas pembelajaran.
Selain itu, pilihan ini juga membuka peluang untuk
menambahkan keterampilan baru yang mendukung capaian kompetensi abad 21,
seperti keterampilan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan literasi
digital. Program-program ini dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran
sehari-hari, tanpa mengubah kurikulum inti yang sudah ada. Dengan penekanan
pada keterampilan abad 21, siswa akan lebih siap menghadapi tantangan dunia
yang terus berkembang, sekaligus memastikan bahwa pendidikan yang diberikan
relevan dengan kebutuhan dan tuntutan zaman. Pendekatan ini memungkinkan
perubahan yang signifikan dalam kualitas pendidikan, meskipun struktur kurikulum
tetap dipertahankan.
Keempat, perubahan kurikulum secara total. Jika
pemerintah memilih untuk mengubah sepenuhnya Kurikulum Merdeka menjadi
kurikulum baru, berarti perubahan ini akan melibatkan penyusunan kurikulum yang
benar-benar berbeda dari yang sudah ada. Asumsinya, pemerintah telah melakukan
kajian mendalam mengenai berbagai faktor yang mendasari keputusan tersebut,
seperti kesesuaian dengan perkembangan zaman, karakteristik siswa yang terus
berubah, serta aspirasi dari berbagai elemen masyarakat. Kajian ini tentu
bertujuan untuk memastikan bahwa kurikulum baru dapat lebih relevan dan mampu
menjawab tantangan pendidikan di masa depan.
Harapannya, perubahan kurikulum yang baru ini tidak
hanya menggantikan kurikulum sebelumnya, tetapi juga menjadi edisi perbaikan
yang lebih komprehensif, dengan memperhatikan kemajuan teknologi, tuntutan
keterampilan abad 21, serta kebutuhan pendidikan yang lebih inklusif dan
adaptif. Dengan kurikulum yang baru, diharapkan sistem pendidikan Indonesia
bisa lebih efektif dalam membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan
yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan global. Tentunya, perubahan ini
harus dilakukan dengan hati-hati, melibatkan konsultasi dengan berbagai pihak,
dan memastikan bahwa transisi ke kurikulum baru dapat berjalan dengan lancar
tanpa mengganggu proses belajar mengajar yang sedang berlangsung.
Apapun opsi yang dipilih oleh pemerintah, baik itu
mempertahankan kurikulum yang ada, melakukan perubahan pada pendekatan
pembelajaran, mengganti nama kurikulum, maupun melakukan perubahan total pada
kurikulum, semua kebijakan tersebut pada akhirnya bertujuan untuk kebaikan dan
keberhasilan pendidikan. Tujuan utama dari setiap perubahan adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, memastikan bahwa pendidikan mampu memberikan
bekal yang cukup bagi generasi penerus untuk menghadapi tantangan masa depan.
Lebih dari itu, melalui sistem pendidikan yang lebih baik, siswa diharapkan
dapat menjadi garda terdepan bangsa dalam meneruskan perjuangan kemerdekaan
bangsa, dengan memiliki karakter, keterampilan, dan pengetahuan yang diperlukan
untuk berkontribusi positif dalam masyarakat. Semua kebijakan pendidikan ini,
pada dasarnya, harus berfokus pada pengembangan potensi anak bangsa, sehingga
mereka dapat tumbuh menjadi pemimpin yang berkualitas dan siap menghadapi
tantangan global dengan penuh tanggung jawab.
Namun, sebelum pemerintah memilih salah satu opsi di
atas, sangat penting bagi pemerintah untuk terlebih dahulu melakukan beberapa
langkah strategis agar keputusan yang diambil benar-benar mendukung kemajuan
pendidikan. Pertama, pemerintah harus melakukan need assessment secara
mendetail. Langkah ini sangat penting untuk memahami kebutuhan riil di
lapangan, baik itu dari sisi siswa, guru, maupun institusi pendidikan. Dengan
memahami tantangan dan kebutuhan yang ada, pemerintah dapat merancang kebijakan
yang lebih tepat sasaran.
Kedua, keputusan yang diambil harus berbasis data, baik
aspirasi masyarakat maupun hasil evaluasi sistem pendidikan yang sudah ada.
Data tersebut dapat diperoleh melalui survei, konsultasi dengan berbagai pihak
terkait, serta analisis terhadap hasil evaluasi kurikulum yang diterapkan
selama ini. Dengan begitu, kebijakan yang diambil tidak hanya berdasarkan
asumsi atau keinginan semata, tetapi juga berdasarkan fakta dan kondisi riil
yang ada di lapangan.
Ketiga, pemerintah perlu memperhatikan ketersediaan
sumber daya manusia (SDM) serta sarana dan fasilitas yang mendukung
implementasi kebijakan pendidikan. Tanpa dukungan yang memadai dari segi pelatihan
guru, kualitas tenaga pendidik, serta fasilitas pendukung lainnya, setiap
perubahan yang dilakukan akan sulit untuk diterapkan dengan efektif. Oleh
karena itu, pemenuhan kebutuhan SDM yang berkualitas dan fasilitas yang memadai
harus menjadi prioritas utama dalam merencanakan perubahan pendidikan.
Keempat, pemerintah perlu menyesuaikan kebijakan
pendidikan dengan tantangan dan tuntutan zaman. Perkembangan teknologi,
perubahan di dunia kerja, serta kebutuhan global yang terus berkembang
mengharuskan pendidikan untuk terus beradaptasi. Kurikulum dan program
pendidikan yang diterapkan harus relevan dengan dunia yang semakin terhubung
secara digital dan berbasis teknologi, serta membekali siswa dengan
keterampilan yang dibutuhkan untuk sukses di masa depan.
Kelima, perbaikan kurikulum sebelumnya juga sangat
diperlukan. Meskipun ada berbagai opsi perubahan kurikulum, setiap kebijakan
harus tetap memperhatikan pembelajaran dari pengalaman kurikulum yang
sebelumnya diterapkan. Pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap kelebihan
dan kekurangan kurikulum sebelumnya untuk memastikan bahwa perubahan yang
diambil tidak hanya sekadar perubahan nama atau struktur, tetapi juga mencakup
perbaikan substansial yang akan meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan pemerintah dapat membuat keputusan yang
lebih matang, berdasarkan pertimbangan yang menyeluruh dan tepat, sehingga
perubahan yang dihasilkan benar-benar membawa dampak positif bagi dunia
pendidikan Indonesia.
Demikian tulisan pendek ini, yang disusun dengan
pemikiran sederhana, sebagai renungan mendalam bagi masyarakat, khususnya para
pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan. Penulis menyimpulkan bahwa tidak
ada yang kekal di dunia ini kecuali perubahan, termasuk dalam hal perubahan
kurikulum atau program pendidikan lainnya. Perubahan tersebut harus bertujuan
untuk kebaikan bersama dan kemaslahatan umat.
Namun, alasan di balik perubahan dalam dunia pendidikan
seharusnya tidak didorong oleh kepentingan pribadi, ladang penghasilan, dendam
kekuasaan, atau alasan-alasan lain yang tidak mendukung keberhasilan kurikulum.
Setiap perubahan harus didasarkan pada niat tulus untuk memperbaiki sistem
pendidikan demi kemajuan generasi mendatang. Intinya, apapun kebijakan yang
diambil pemerintah terkait kurikulum, asalkan prosesnya dilakukan dengan benar,
transparan, dan meyakinkan, maka perubahan tersebut harus didukung sepenuhnya
oleh semua pihak.
Penulis:
Tri Sutrisno (Mahasiswa S3 Pendidikan Dasar Universitas Negeri Surabaya)
Sumber
Gambar: iStock