Pendidikan Multikultural Berbasis Tradisi Lokal: Solusi Efektif Atasi Perundungan di Sekolah Dasar
![](https://statik.unesa.ac.id/profileunesa_konten_statik/uploads/s3pendidikandasar.pasca.unesa.ac.id/thumbnail/da07e985-329a-49bf-8db2-6c9dc267a9e4.jpg)
Perundungan atau bullying telah menjadi isu serius yang
terjadi akhir-akhir ini. Peristiwa perundungan seringkali menghiasi
berita-berita yang ada di media masa, media sosial dan media elektronik
lainnya. Perundungan yang terjadi di Masyarakat tidak hanya terjadi pada anak
remaja atau orang dewasa, akan tetapi juga terjadi pada anak sekolah dasar.
Peristiwa perundungan tentu saja dapat mengancam perkembangan anak dan
menimbulkan dampak buruk terutama di sekolah dasar. Fenomena ini tidak lagi
terbatas pada wilayah perkotaan tetapi juga mulai menyebar ke daerah pedesaan.
Hal ini adalah satu diantara dampak yang ditimbulkan oleh meningkatnya paparan
anak terhadap media sosial dan teknologi digital.
Banyak yang menganggap perundungan di sekolah dasar
sebagai kenakalan biasa, namun dampaknya sangat merugikan. Anak yang menjadi
korban perundungan berisiko mengalami trauma psikologis seperti rendah diri,
kecemasan, dan bahkan depresi. Adanya perundungan dapat menciptakan lingkungan
belajar yang tidak kondusif dan dapat menurunkan motivasi siswa serta
memengaruhi hubungan sosial mereka. Kondisi ini memerlukan solusi yang efektif
dan relevan agar kondisi seperti ini tidak berlarut-larut. Alternatif solusi untuk
mengatasi keadaan tersebut yaitu dengan menerapkan nilai-nilai yang sesuai
dengan konteks budaya yang ada di sekitar anak. Salah satu pendekatan yang
potensial adalah pendidikan multikultural berbasis tradisi lokal, yang
mengintegrasikan nilai-nilai keberagaman dan toleransi dengan kekayaan budaya
setempat.
Pendidikan multikultural adalah pendekatan yang
menekankan penghormatan terhadap keberagaman, toleransi, dan kerja sama. Di
sekolah dasar, anak-anak mulai berinteraksi dengan teman dari berbagai latar
belakang budaya, sosial, dan agama. Jika tidak dikelola dengan baik,
keberagaman ini dapat memicu perilaku perundungan. Pendidikan multikultural
memberikan pemahaman kepada siswa bahwa perbedaan adalah kekayaan yang harus
disyukuri bukan dijadikan alasan untuk memandang rendah orang lain. Untuk
memastikan agar pendidikan ini relevan dan bermakna maka perlu
mengintegrasikannya dengan tradisi lokal. Tradisi lokal adalah sumber
nilai-nilai moral dan sosial yang dekat dengan kehidupan sehari-hari anak. Misalnya,
nilai gotong royong yang menjadi budaya di seluruh Indonesia, dapat menjadi
landasan untuk mengajarkan kepedulian, kebersamaan dan saling tolong menolong.
Dengan menanamkan nilai-nilai ini melalui pendidikan, siswa akan memahami
pentingnya kebersamaan dan empati, sehingga dapat mencegah terjadinya perilaku
perundungan.
Integrasi tradisi lokal dalam pendidikan multikultural
dapat dilakukan melalui berbagai metode yang kreatif. Contoh yang dapat
dilakukan oleh Guru yaitu dengan menggunakan cerita rakyat, seni tradisional,
atau drama untuk menyampaikan pesan moral yang sesuai dengan nilai-nilai lokal.
Misalnya, cerita rakyat tentang kepahlawanan atau kebijaksanaan yang dapat
mengajarkan pentingnya menghormati perbedaan. Indonesia kaya akan cerita-cerita
rakyat yang berbeda antara daerah satu dengan lainnya, namun nilai-nilai yang
terkandung dalam cerita tersebut memberikan pelajaran dan memberikan pesan
moral kepada siswa.
Selain metode kreatif diatas ada cara lain yang dapat
digunakan dalam pendidkan multkultural yaitu menggunakan pendekatan tematik.
Pada pendekatan ini dilakukan dengan cara menghubungkan nilai-nilai budaya
dengan pelajaran sehari-hari. Misalnya, dalam pelajaran Bahasa Indonesia, siswa
dapat diminta untuk menulis cerita tentang pentingnya gotong royong. Dalam
pelajaran Seni Budaya, siswa dapat diajak mempraktikkan tarian tradisional yang
mengajarkan kerja sama. Pendekatan ini membuat pembelajaran lebih menarik
sehingga dapat memperkuat pemahaman siswa tentang pentingnya nilai-nilai budaya
dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa penerapan
pendidikan berbasis tradisi lokal di sekolah sulit dilakukan karena berbagai
kendala, seperti kurikulum yang padat, kurangnya sumber daya, dan minimnya
pelatihan guru. Namun, Sekolah dapat bekerja sama dengan komunitas lokal,
seperti tokoh adat, seniman tradisional, dan orang tua siswa. Mereka dapat
dilibatkan untuk memperkenalkan nilai-nilai budaya melalui kegiatan nyata,
seperti pelatihan seni, cerita rakyat, atau partisipasi dalam upacara adat.
Dalam pelaksanaannya tentu saja membutuhkan dukungan dari pemerintah. Dukungan
melalui kebijakan yang mendorong pengintegrasian nilai-nilai lokal dalam
kurikulum nasional maupun melalui pelatihan guru untuk meningkatkan pemahaman
mereka tentang pendidikan multikultural. Dapat dikatakan bahwa pendidikan
berbasis tradisi lokal menjadi tanggung jawab sekolah dan menjadi bagian dari
gerakan bersama yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Perundungan di sekolah dasar sering kali muncul dalam
bentuk yang dianggap sepele namun berdampak serius. Misalnya, anak-anak
mengejek teman yang memiliki tubuh lebih gemuk dengan sebutan
"gembrot" atau yang berkulit lebih gelap dengan julukan
"hitam." Ejekan ini dapat merusak kepercayaan diri korban dan membuat
mereka merasa terisolasi. Selain itu, perilaku seperti mengejek teman yang
kesulitan belajar dengan sebutan "bodoh" atau "lambat"
dapat menurunkan semangat korban untuk belajar. Contoh lainnya adalah
pengecualian dalam aktivitas kelompok, di mana anak-anak yang dianggap tidak
populer sering kali dipinggirkan. Bahkan, penyebaran gosip atau rumor yang
merusak reputasi teman adalah bentuk perundungan verbal yang sering diremehkan.
Semua ini menunjukkan bahwa perundungan bukan sekadar kenakalan anak-anak,
melainkan ancaman serius bagi kesehatan emosional dan sosial mereka.
Sebagaimana peristiwa yang sedang hangat dibicarakan yaitu adanya kasus
penghilangan nyawa akibat sakit hati karena olok-olok dan ejekan yang dilakukan
oleh anak-anak. Kita bisa melihat begitu besarnya dampak yang ditimbulkan
akibat perundungan baik secara verbal ataupun fisik.
Untuk mengatasi perundungan khususnya di sekolah dasar,
pendekatan berbasis tradisi lokal perlu diimplementasikan secara menyeluruh.
Sekolah harus menciptakan lingkungan yang inklusif, di mana semua siswa merasa
diterima tanpa memandang latar belakang mereka. Guru dapat mendorong kerja sama
dalam kelompok yang beragam, Mengajarkan cara menyelesaikan konflik atau
masalah dengan berdiskusi bersama dan melibatkan siswa dalam kegiatan yang
mengasah rasa empati. Meningkatkan kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat
sekitar. Misalnya, sekolah dapat mengadakan hari budaya, di mana siswa belajar
langsung tentang tradisi lokal dari para ahli. Kegiatan seperti ini bermanfaat
untuk menanamkan nilai-nilai moral dan memperkuat hubungan antara sekolah dan
masyarakat.
Pendidikan multikultural berbasis tradisi lokal adalah
solusi yang relevan dan berkelanjutan untuk mencegah perundungan di sekolah
dasar. Melalui penanaman nilai-nilai keberagaman dan tradisi lokal, anak-anak
dapat tumbuh menjadi individu yang memiliki kepekaan sosial, kebanggaan budaya,
dan kemampuan untuk berkontribusi di masyarakat global. Dukungan dari
pemerintah, sekolah, dan masyarakat adalah kunci untuk mewujudkan program ini.
Pendekatan ini adalah upaya mencegah perundungan dalam rangka membangun
generasi yang lebih baik untuk masa depan bangsa.
Penulis: Leli Lestari